INDEPENDENSI AUDITOR INTERNAL DI LEMBAGA PEMERINTAHAN INSPEKTORAN TORAJA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Tuntutan pelaksanaan sikap Independensi seorang auditor terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya pengelolaan (bad governance).
Salah satu aspek pendukung perwujudan pemerintah yang baik (good governance), yaitu pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak independen dan memiliki kompetensi profesional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan (Mardiasmo, 2005: 189). Dalam Standar Profesi Audit Internal (2004) auditor internal dikatakan independen apabila melaksanakan tugasnya secara bebas dan objektif.
Salah satu unit yang melakukan audit/pemeriksaan terhadap pemerintah daerah adalah inspektorat daerah. Inspektorat daerah mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah daerah dan tugas lain yang diberikan kepala daerah, sehingga dalam tugasnya inspektorat sama dengan auditor internal. Auditor internal adalah audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang merupakan bagian dari organisasi yang diawasi.
Fungsi auditor internal adalah melaksanakan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Selain itu, auditor internal diharapkan pula dapat lebih memberikan sumbangan bagi perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam rangka peningkatan kinerja organisasi. Dengan demikian auditor internal pemerintah daerah memegang peranan yang sangat penting dalam proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah.
Peran dan fungsi Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 2007. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan urusan pemerintahan, Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai berikut: pertama, perencanaan program pengawasan; kedua, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan ketiga, pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan.
Struktur Organisasi Inspektorat Kabupaten terdiri dari Inspektur, Sekretariat, Inspektur Pembantu Wilayah, dan kelompok jabatan fungsional. Sebagaiamana auditor internal pada umumnya, aparat Inspektorat Kabupaten Toraja Utara berada di bawah pengaruh pihak penentu kebijakan.
Audit pemerintahan merupakan salah satu elemen penting dalam penegakan good government. Namun demikian, praktiknya sering jauh dari yang diharapakan. Audit yang berkualitas hanya dapat dihasilkan oleh suatu proses audit yang sudah ditetapkan standarnya. Proses audit dapat dikatakan telah memenuhi syarat quality assurance apabila proses yang dijalani tersebut telah sesuai dengan standar, antara lain: standar the professional practice, inertial audit charter, kode etik internal audit, kebijakan, tujuan, dan prosedur audit, serta rencana kerja audit.
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan keuagan, khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia nomor 01 Tahun 2007. Pernyataan standar umum pertama SKPN adalah: “Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan’’. Dengan Pernyataan Standar Pemeriksaan ini semua organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh Karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi atas pemeriksa untuk membantu organisasi pemeriksa dalam mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai dan sikap professional dalam memberikan opini atas hasil audit.
Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Auditor harus memiliki dan meningkatkan pengetahuan mengenai metode dan teknik audit serta segala hal yang menyangkut pemerintahan seperti organisasi, fungsi, program, dan kegiatan pemerintahan (BPKP, 1998).
Selain keahlian audit, seorang auditor juga harus memiliki independensi dalam melakukan audit agar dapat memberikan pendapat atau kesimpulan yang apa adanya tanpa ada pengaruh dari pihak yang berkepentingan (BPKP, 1998). Pernyataan standar umum kedua SPKN adalah: “Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, eksternal, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”. Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksan dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun.
Kompetensi dan independensi merupakan standar yang harus dipenuhi oleh seorang auditor untuk dapat melakukan audit dengan baik. Namun, belum tentu auditor yang memiliki kedua hal di atas akan memiliki komitmen untuk melakukan audit dengan baik.
Kabupaten Toraja Utara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki Inspektorat. Inspektorat merupakan auditor internal pemerintah, berfungsi sebagai pihak penilaian yang independen, memiliki tujuan, serta mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Toraja Utara. Independensi sebagai perilaku profesional berpengaruh terhadap kualitas hasil audit yang diberikan oleh auditor tersebut.
Arens (1996) menyebutkan independensi terbagi atas dua aspek yaitu: independensi dalam fakta (in fact) berarti bahwa pada kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang melaksanakan kegiatan audit. Independensi dalam penampilan (appearance) adalah hasil interpretasi pihak lain mengenai independensi auditor tersebut. Independensi auditor sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil audit, sebab hasil pemeriksaan audit yang berkualitas, berfungsi sebagai jaminan dimana akan digunakan untuk membandingkan kondisi yang sebenarnya dengan yang seharusnya.
Dalam penelitian ini menggunakan teori atribusi untuk menjelaskan independensi auditor internal dalam melaksanakan tugas pemeriksaan. Fokus teori atribusi yaitu mengetahui sikap seseorang dengan mengambil kesimpulan dari perilakunya bahwa sikapnya telah berubah atau tidak berubah. Dengan melihat sikap, perilaku, dan mental dari auditor internal sepanjang melaksanakan pemeriksaan, dapat dilihat bahwa keberhasilan atau kegagalan seorang auditor internal dalam mempertahankan sikap independensi dapat dilihat dari ability, effort, task difficulty, dan luck (Weiner,1992).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: (1) bagaimana pemahaman auditor internal mengenai good governance, (2) bagaimana auditor internal memahami independensi, (3) bagaimana auditor internal berupaya untuk mewujudkan independensi. Sehingga hasil akhir dari penelitian in dapat diketahui bahwa sikap independensi auditor internal dapat terjadi baik dari dalam atau dari luar diri seorang auditor internal dikarenakan independensi sangat dibutuhkan dalam proses auditing guna mewujudkan good governance.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi auditor di lembaga pemerintahan, sehingga dapat melakukan pelatihan dan pendidikan secara berkelanjutan yang berujung pada optimalnya kualitas independensi auditor internal, dan penelitian ini menambah referensi serta mendorong dilakukannya penelitian-penelitian sikap independensi auditor internal
BAB II
KERANGKA TEORITIS
KERANGKA TEORITIS
2.1 Pemahaman Good Governance
Menurut pandangan United National Development Program (UNDP) karakteristik governance yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan partisipasi, akuntabilitas birokrasi keuangan (finansial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya (Sedermayanti, 2012). Menurut pandangan Wold Bank (Bank Dunia) good governance yaitu masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, esksekutif yang bertangung jawab, birokrasi yang profesional, dan aturan hukum. Sementara menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) good governance mensyaratkan empat asas yaitu transparansi (trasnparency), pertanggungjawaban (accountability), kewajaran atau kesetaraan (fairness), dan kesinambungan (sustainability) (Sedermayanti,2012).
Menurut Budjuri et al., 2004 (dalam Wati et al., 2010) pemerintahan yang baik atau good governance di tandai dengan tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar yang saling berkait.Ketiga elemen tersebut adalah transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Perwujudan ketiga elemen good governance akan membuat setiap aktivitas pada organisasi publik dapat dipertanggungjawabkan, tercermin di dalam penganggaran, pelaporan keuangan, pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Hal yang sama juga disampaikan oleh Mardiasmo (2005) Good governance pada esensinya merupakan pemeritahan yang efektif dan modern yaitu suatu pemeritahan yang demokratis (democratic governance) yang elemen utamanya adalah masyarakat dengan karakteristik yang terdiri dari transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Good governance adalah tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi dengan etika profesional dalam berusaha/berkarya.
Mewujudkan good goveranance yang didalamnya terdapat independensi auditor internal merupakan hal yang sangat penting, dengan tujuan utama adalah untuk memastikan bahwa semua kegiatan operasional telah dikendalikan dengan baik, telah dikelola secara efektif dan transparan, yang ditunjang dengan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh auditor dalam menjalankan tugasMaka dari itu teori atribusi dapat menjelaskan perilaku auditor internal dalam mempertahankan sikap independensi yang dapat disebabkan oleh abbility, effort, task difficulty dan luck, sehingga dapat mencapai goodgovernance.
2.2 Tugas Auditor Internal
Menurut Johnson (1996) dalam Angus, et al., (2011) tugas- tugas umum auditor internal sektor publik meliputi: (1) Salinan audit tentang laporan dari akun yang disampaian dalam tata cara penulisan yang ditentukan bersama-sama dalam laporan kepada menteri atau sekertarisnegara, (2) Para auditor harus menyatakan apakah akun menurut mereka dapat memberikan padangan yang benar dan adil sesuai dengan urusan operasi. (3) Auditor harus menyatakan apakah akun tersebut telah memberikan semua informasi yang diperlukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. (4) Para auditor biasanya akan melaporkan jika mereka tidak puas dengan aspek dalam laporankeuangan.
Lembaga pengawasan internal pada tingkat daerah, adalah inspektorat propinsi dan inspektorat kabupaten/kota, yang pembentukannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan Permendagri 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Propinsi dan Kabupaten/Kota. Inspektorat propinsi dan kabupaten/kota adalah aparat pengawas fungsional yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah (gubernur, bupati/walikota), yang mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah propinsi kabupaten/kota, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota dan desa, serta pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota dan desa.
Untuk melaksanakan tugasnya, inspektorat propinsi dan kabupaten/kota menyelenggarakan fungsi: perencanaan program pengawasan, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan serta pemeriksaan, pengutusan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan. Inspektorat propinsi dan kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah dalam ruang lingkup pengawasan sebagai diatur dalam Permendagri Nomor 23 Tahun 2007 meliputi administrasi umum pemerintahan terdiri dari kebijakan daerah, kelembagaan, pegawai daerah, keuangan daerah dan barang daerah, serta urusan pemerintahan terdiri dari pengawasan terhadap urusan wajib, urusan pilihan, dana dekonsentrasi tugas pembantuan dan kebijakan pimjaman hibah luar negeri.
Pengawasan internal dilaksanakan oleh pegawai negeri sipil (PNS) yang mempunyai jabatan fungsional auditor dan/atau pihak lain yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah untuk dan atas nama APIP. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia No 51 Tahun 2012 mengatur tentang seorang auditor dinilai mampu melaksankan tugas pengawasan apabila telah dinyatakan lulus dari ujian sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA), sesuai jenjangnya sehingga menduduki: Pengendali Mutu (PM), Pengendali Teknis (PT), Ketua Tim (KT) dan Anggota Tim (AT).
2.3 Independensi Auditor Internal
Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokonya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajmen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisisensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi (Mulyadi, 2010). Fungsi audit internal menurut Boynton (2003) adalah melakukan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yangdilakukan.
Pertimbangan auditor penting dalam proses audit karena mencakup kompetensi auditor, efektivitas arsitektur sistem informasi bagi auditor, dan signifikansi (materialitas) dari unsur laporan keuangan. Arens et al., (2000) mendefenisikan independensi dalam pengauditan sebagai pengaruh cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit. Dengan demikian independensi dapat menghindarkan hubungan yang mungkin menggangu objektivitas seorang auditor.
Selain itu independensi merupakan suatu tindakan baik sikap, perbuatan, atau mental auditor sepanjang melaksanakan audit, dimana seorang auditor harus bisa memposisikan dirinya untuk tidak memihak oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil. Terdapat indikator independensi menurut Sawyer (2006) antaralain:
a. Independensi dalam program audit: bebas dari intervensi menejerial atas program audit, bebas dari segala intervensi atas program audit, bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang disyaratkan untuk sebuah programaudit.
Independensi dalam verifikasi: bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan yang relevan dengan audit yang dilaksanakan, mendapat kerja sama yang aktif dari karyawan manajemen selama melakukan verifikasi audit, bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi audit, bebas dari usaha menejerial yang berusaha membatasi aktivitas yang diperiksa, bebas dari usaha menejerial yang membatasi perolehan barang bukti.
b. Independensi dalam pelaporan: bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hasil audit, bebas dari tekanan untuk melaporkan bukti-bukti yang signifikan, menghindari penggunan kata-kata yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan opini, fakta, dan rekomendasi dalam intepretasi audit, bebas dari usaha meniadakan pertimbangan auditor mengenai fakta/opini dalam laporan audit internal, bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak/signifikasi dari fakta-fakta yang dilaporkan.
2.4 Teori Atribusi (AttributionsTheory)
Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan perilaku orang lain atau diri sendiri tentang pemahaman terhadap peristiwa disekitar, dengan mengetahui alasan-alasan mereka terhadap kejadian yang dialami. Weiner (1958) dan Kelly (1967) adalah tokoh pencetus teori atribusi. Menurut kedua tokoh tersebut, penyebab suatu kejadian dapat berasal dari faktor internal meliputi kemampuan dan usaha, sedangkan faktor eksternal meliputi keberuntungan dan kesulitan tugas.
Teori atribusi mengemukakan bahwa terdapat perilaku yang berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka hanya dengan melihat perilaku dapat diketahui sikap atau karakteristik seseorang, serta dapat memprediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu apakah dari internal atau eksternal, selain itu dapat melihat pengaruhnya terhadap perilaku individu.
Weiner mengkategorikan teori atribusi ke dalam dimensi kausalitas, dimensi stabilitas, serta dimensi kontrol (Weiner, 1992).Pada dimensi kausalitas (internal-eksternal), suatu kejadian disebabkan oleh faktor internal atau eksternal.Pada dimensi stabilitas (menetap-berubah) seseorang menentukan apakah ia mempersepsikan penyebab sebagai sesuatu yang menetap (tidak berubah sepanjang waktu) atau dapat berubah. Dimensi kontrol (dikontrol-tidak dapat dikontrol) seseorang menentukan apakah ia memiliki kontrol terhadap suatu kejadian atau faktor lain diluar dirinya yang memegang kontrol tersebut (Weiner,1992).
Berdasarkan teori atribusi Weiner (1992), keberhasilan dan kegagalan terdapat dua penyebab yaitu penyebab internal atau eksternal (causal locus). Penyebab eksternal merupakan dimensi yang tidak dapat dikendalikan oleh seseorang, sedangkan ada penyebab internal, merupakan dimensi yang mana sesorang dapat mengendalikannya (misalnya: usaha), tetapi ada juga yang tidak dapat dikendalikan oleh seseorang (misalnya:kemampuan).
2.5 Teori Atribusi Dalam Pembentukan Independensi
Teori atribusi digunakan untuk menjelaskan independensi auditor internal, dengan memperhatikan karakteristik personal yang menjadi penentu utama dan faktor internal dalam menjalankan tugas audit. Teori atribusi (Weiner, 1992) menjelaskan bahwa perilaku seorang auditor internal dapat disebabkan dari kombinasi antara dimensi kausalitas (internal-eksternal), dimensi stabilitas (menetap-berubah), dan dimensi kontrol (dikontrol-tidak dapat dikontrol).Independensi auditor internal dapat dipertahankan dengan kemampuan (abillity) yang dimiliki, dimana bersumber dari dalam diri auditor, bersifat menetap, tetapi auditor tidak dapat mengendalikanya.
Kemampuan yang dimiliki auditor internal berhubungan dengan tingkat kecerdasan (sifat bawaan), auditor mampu dalam merancang dan melaksanakan proses audit serta mampu menyelesaikan persoalan audit yang dihadapi dalam pemeriksaan tanpa adanya tekanan. Auditor internal dapat mempertahankan sikap independensi dengan usaha (effort) yaitu bersumber dari dalam diri auditor, bersifat tidak menetap dan auditor dapat mengendalikannya. Dalam menjalankan pemeriksaan auditor internal berusaha untuk mencari, menemukan, dan melaporkan semua fakta-fakta yang akan diangkat menjadi temuan audit, tanpa harus dikendalikan dan ditekan oleh pihak lain.
Kesulitan tugas (task difficulty) dapat mempengaruhi independensi seorang auditor internal sebab hal tersebut bersumber dari luar diri auditor, bersifat menetap dan dapat dikendalikan oleh auditor (Weiner, 1992). Laporan keuangan daerah yang berkualitas, dapat dilihat dengan sikap independensi seorang auditor internal. Dimana dengan pengetahuan serta kecerdasan yang dimiliki oleh seorang auditor internal, auditor dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas tanpa dipengaruh oleh pihak manapun. Independensi auditor internal dapat juga dipengaruhi oleh keberuntungan (luck) keadaan ini berasal dari luar auditor, dapat berubah dan auditor tidak dapat mengendalikannya (Weiner, 1992). Pada saat melakukan pemeriksaan auditor dapat mempersingkat waktu, tenaga, dan menghemat biaya yang digunakan, sebab audite telah mempersiapkan semua dokumen dan informasi yang dibutuhkan oleh auditor sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
BAB III
METODEPENELITIAN
METODEPENELITIAN
3.1 Jenis dan SumberData
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer, yang didapatkan dengan cara penyebaran kuesioner dan wawancara. Kuesioner ini berisi tentang upaya auditor internal untuk mempertahankan sikap independensi dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan. Wawancara terdiri dari pertanyaan-pertanyaan mengenai pemahaman auditor internal tentang good governance dan pemahaman auditor internal mengenai independensi.
3.2 Satuan Analisis
Satuan analisis penelitian ini adalah auditor internal Inspektorat Toraja Utara, sedangkan satuan pengamatan adalah auditor internal Inspektorat Toraja Utara yang berkenan dan tidak berhalangan di dalam mengikuti penelitian ini.
3.3 Metode PengumpulanData
Langkah awal dalam penelitian ini adalah peneliti menyusun kuesioner yang diperoleh dari item-item teori atribusi dan menggunakan indikator independensi menurut Sawyer (2006) dan dari peneliti terdahulu. Meminta auditor untuk memberikan persepsi bagaimana memahami tugas mereka berupaya untuk mempertahankan sikap independensi.
3.4 Metode Analisis Data
Setelah didapatkan hasil penyebaran kuesioner, langkah selanjutnya peneliti melakukan analisis data dengan menggunakan deskriptif kualitatif, untuk dapat memaknai data yang telah didapat. Peneliti dalam menganalisis data adalah peneliti memasukan data hasil kuesioner kemudian mengkelompokan setiap item-item dalam kuesioner. Kemudian peneliti membuat kesimpulan secara menyeluruh mengenai independensi auditor internal pada lembaga pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2006. Pewujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui
Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance. Jurnal Akuntansi
Pemerintah Vol. 2, No. 1
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007.Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor
PER/05/M.PAN/03/2008. Standar Audit Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah. Jakarta.
Effendi, Taufik. (2011). Audit Internal Pemerintahan. Universitas Negeri Semarang. https://scholar.geogle.co.id/scholar?start=10&q=topik+seputar+audit+internal+pemerintahan&hl=id&as?sdt=0,5&as?vis=1 diunggah 1 November 2015, pukul 20:29 WIT
Arens, Alvin. A., dan J.K. Loebbecke. 1996. Auditing: Pendekatan Terpadu, Adaptasi oleh Amir Abadi Yusuf. Buku Satu. Jakarta SalembaEmpat.
Boynton., Johnson., Kell. 2003. Modern Auditing, Edisi Ketujuh. Jakarta. Erlangga.
Sawyer, B.L,. D.A. Moretime, dan S.H. James. 2006. Internal Auditing. Buku 1. Salemba Empat,Jakarta.
Sedermayanti, 2012. Good Governance Pemerintahan Yang Baik Bagian Pertama, Edisi Revisi. Mandra Muda,Jakarta.
Weiner, B. 1992.Human Motivation: Metaphors, Theories, and Research. Sage, Newbury Park,CA.
Komentar
Posting Komentar